Edwin dan 4 Gadis Kontrakan #2

Friday, 7 October 2016

Edwin dan 4 Gadis Kontrakan #2


Hani namanya, teman satu kontrakan Okta. Tubuhnya tergolong kecil, tapi putih. Wajahnya cantik dan manis. Walau wajahnya mengesankan seperti cewek nakal, Hani benar-benar pandai menjaga citra dirinya di kampus walau entah sudah berapa penis hinggap di vagina kecilnya. Payudaranya kecil, hanya 32B. Meski begitu, kebiasaannya menggunakan baju seksi tetap membuatnya sering menjadi santapan rohani mata-mata nakal cowok di kampusnya.

Hari itu begitu terik, Hani baru saja pulang dari kampus saat didapatinya sebuah sepeda motor tak dikenal diparkir di teras kontrakannya.

“Pasti Okta. Bawa siapa lagi tuh anak. Gila. 
Lonte abis dasar si semok.” gumam Hani sambil memarkirkan mobilnya ke dalam.

Baru memasuki pintu depan, Hani sudah dapat melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Okta di kamarnya yang menghadap tepat ke pintu depan. 
Lupa menutup pintu kamarnya, Hani dapat melihat sesosok anak muda berperawakan kurus sedang asik menikmati lezatnya alat kelamin Okta. Okta sendiri terlihat sesekali bergelinjang karena servis anak muda yang diketahui bernama Edwin tersebut.

Sambil mengendap-endap, Hani mendekati kamar Okta yang terbuka.

“Woi...!!!” kejut Hani sambil memukul pintu. 
Kontan kedua insan yang sedang asik bergumul itu kaget.

“Aww!” terdengar pekik Okta pelan. Sepertinya si cowok tanpa sengaja menggigit alat vitalnya karena kaget. “Ah, gila lu, Han! Lagi enak-enak juga. Untung nggak pas tadi gue mau keluar, jadi nggak gantung.”

Hani tertawa lepas sekali karena sukses mengerjai teman satu kontrakannya itu. “Eh, dek, biasa aja kali. Pake ditutupin segala. Gue udah sering liat penis cowok. Ini juga udah sering nyobain nih.” ujar Hani sambil menunjuk vaginanya saat melihat Edwin terlihat kikuk karena kedatangannya.

“Lagian elu, mentang-mentang libur malah asik-asikan sendirian di kontrakan. Siapa lagi nih cowok?” lanjut Hani.

“Ada deh. Lagian gue sendirian di kontrakan. Daripada bête juga kan. Mending kasih makan nih si tembem.” jawab Okta sambil mengelus vaginanya yang mengeluarkan cairan cinta hasil orgasmenya.

“Gila lo ah! Haha... Ya udah sana lanjutin, gue mau mandi dulu. 
Panas banget gila.”

“Sono sono, ganggu orang aja nih.”

“Yeee, makanya tutup tuh pintu. Ngablak amat, gue dari pintu depan juga bisa ngeliat ke dalem kalo memek lo lagi diservis.” jawab Hani sambil ngeloyor ke kamarnya. “Gila, baru liat gitu aja udah gatel memek gue.” keluhnya di dalam kamar. Ternyata, pemandangan singkat yang dilihatnya membuat birahinya naik, sehingga tanpa sadar putingnya mengeras dan memeknya jadi kedat-kedut.
Merasa perlu pelampiasa segera, Hani segera keluar kamar untuk mengambil vibrator milik Arina. Di ruang tengah, Hani melihat vibrator itu diletakkan begitu saja di sofa. Tanpa lama lagi, diambilnya vibrator tersebut dan dibawanya ke dalam kamar.

“Mbak, pinjem ya.” bisiknya pelan sambil menutup pintu.

Merasa situasi sudah aman, Hani segera membuka bajunya sehingga telanjanglah dia sekarang. Vaginanya ternyata sudah basah melihat adegan Okta tadi. Sambil telentang di ranjang merah mudanya, Hani langsung menyalakan vibratornya dan langsung di arahkannya ke vaginanya.

“Aaaaaaaaa...!!” pekiknya saat alat itu seolah menggali memeknya untuk terus masuk semakin dalam dan dalam.

“Sssshhh… aaahhhh… aaaahhhh...” desahnya sambil menggerakkan vibrator tersebut keluar masuk liang senggamanya.

Hani masturb.

Mencoba pose baru, ia pun memasukkan alat seks itu semakin dalam ke vaginanya.
Merasa vibrator tersebut tertancap kuat di memeknya, Hani langsung menaikkan getarannya menjadi maksimal.

“AAAAAAAAHHHHHHH...!!!” Hani memekik kencang saat vibrator yang tidak dipegangnya itu seolah semakin masuk ke dalam lubang surgawinya. Vibrator tersebut disedot oleh memeknya sendiri sehingga masuk semakin dalam dan dalam.

Vaginanya mulai memuncratkan cairan orgasme dari dalam memeknya. Cairan tersebut tersembur dari celah-celah vibrator yang terus masuk menggarap alat kelamin Hani. 
Vibrator tersebut sekarang seperti bor yang sedang menggali tanah dan sekarang tanah tersebut menyemburkan minyak. Bedanya, yang menyembur adalah cairan cinta dari memek Hani.

“Hanii! Ada orang tuh di luar!” tiba-tiba suara Okta menggelegar memanggilnya.

Merasa nanggung, Hani memutuskan untuk diam saja. Hani sudah tahu itu Bang Kiki yang mengantar pesanan. ”Biar ah gentian, minggu lalu gue udah keselek pejunya Bang Kiki, sekarang biar dia yang bayar,” ujarnya dalam hati.

Vagina Hani masih memuncratkan cairan orgasmenya seiring masuknya vibrator tersebut ke lubang pribadinya. Setelah hampir 20 menit, akhirnya memek Hani kering juga.

“Waahhh... gila dah nih vibratornya mbak Arina. Bikin gue tumpah-tumpah sampe kayak gitu.”

Hani mengelap vibrator Arina sampai bersih, ia tidak ingin Arina marah-marah karena menyisakan cairan memeknya di vibrator kesayangan wanita cantik itu. “Mandi ah.” ujarnya kemudian.

Sebelumnya, Hani harus mengambil handuk di teras dulu. Berbeda dengan Okta yang berani telanjang dada ke teras, Hani memilih untuk memakai tank top hitam dan celana dalam dulu sebelum ke teras.

Saat melewati kamar Okta, ia pun penasaran untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan Okta. Perlahan, ia berjinjit untuk mengintip ke dalam kamar yang pintunya terbuka tersebut.

“Waw!” matanya langsung terbelalak saat didapatinya cowok yang tadi sedang men-servis memek Okta sedang terbaring di kasur dengan kaki menjulur ke bawah. Posisi tersebut membuat penis besarnya yang berukuran 20 cm mengacung dengan gagahnya.

“Buset, gede amat.” ujar Hani dalam hati.

Setelah melihat dari jendela kalo Okta yang tengah berbalutkan handuk masih ngobrol sama Bang Kiki di luar, Hani perlahan-lahan masuk ke kamar Okta. “Masih ngobrol, belum digarap tuh lonte sama Bang Kiki. Pasti lama tuh lonte digarap.” ujarnya dalam hati sambil perlahan masuk ke kamar Okta.

Hani duduk tepat di depan penis Edwin. 
Ia mengagumi alat kelamin milik cowok yang sama sekali belum dikenalnya tersebut. “Gila, masih muda udah gede banget kontolnya.” ujarnya dalam hati.

Ia belum pernah melihat atau merasakan penis sebesar itu. Penis terbesar yang pernah disedot memeknya adalah milik pacar pertamanya yang berukuran 18 cm, selebihnya berukuran sedang hanya untuk sekadar memuaskan kebutuhan biologisnya.

Penasaran, Hani coba iseng mengelus buah zakar Edwin. Elusan tangan halusnya membuat penis besar itu bergerak-gerak semakin tegang. Kadang diremasnya pelan kantung pelir Edwin. Penis Edwin pun bereaksi dengan semakin menegang dan mengeras karena ulah Hani. Tanpa sadar, Hani pun terbawa birahi. Puting teteknya menegang sehingga timbul dari balik tank top hitamnya tersebut. Vaginanya pun berkedut lagi tanda ia harus segera dipuaskan.

Melihat kepala penis Edwin yang merekah tegak seperti helm tentara, Hani coba sedikit menjilatnya. Kali ini, bukan cuma penisnya yang bereaksi, jilatan kecil Hani di kepala penisnya membuat seluruh tubuh Edwin merinding seperti ada setrum yang mengaliri tubuhnya.

Tidak mau berlama-lama, Hani segera memasukkan penis Edwin ke dalam mulutnya. Penis besar itu terasa tidak muat di mulut Hani yang kecil. ”Gila, nggak muat mulut gue,” ujarnya dalam hati.

“Ssshhh... aahhhh… enak, mbak Okta!!” 
suara Edwin tiba-tiba terdengar. Cowok itu mendesah keenakan saat penisnya diservis oleh Hani, tanpa menyadari kalo yang sedang menjadikan penisnya lollipop bukanlah Okta.

“Wahhh... minta nih anak…” ujar Hani.

Merasa vaginanya semakin basah, ia pun melanjutkan kegiatannya. Penis besar Edwin dikeluar-masukkan mulutnya dengan tempo pelan. Kadang dihisapnya buah zakar Edwin sampai membuat pemuda itu bergelinjang pelan karena nikmat. Hani memang dikenal pandai melakukan blow-job, hampir semua cowoknya pernah merasakan hangatnya mulut Hani dalam memainkan penis-penis mereka.

Slurrpp... sluuurrppp... Hani mulai menikmati penis Edwin. Hisapan demi hisapan yang dilakukannya membuat Edwin hanya bisa mendesah-desah keenakan. Hani bahkan tidak segan melakukan deep throat untuk membuat seluruh penis Edwin masuk ke dalam mulut kecilnya itu. Sambil terus menghisap penis Edwin, Hani memainkan buah zakarnya sekalian dengan meremas atau mengocok-ngocoknya ringan.

“Ahhh... iyaahhh mbaakkk... terusshhhh...” desah Edwin menikmati layanan Hani.

Hani pun semakin cepat mengocok penis Edwin dengan mulutnya, sehingga ia bisa merasakan bahwa penis tersebut mulai menggembun tanda siap menyemburkan lahar kentalnya.

“Wah, udah mau keluar nih.” Bukannya dilepas, Hani yang tahu Edwin akan orgasme malah melakukan deep throat sehingga penis besar itu justru tenggelam semakin dalam sampai ke tenggorokannya.

Crot! Crot! Crott!

“Aahhhhh...” Edwin mengerang tanda orgasme. Penisnya yang tenggelam sepenuhnya di mulut Hani menyemburkan sperma kental yang sangat banyak. Sperma Edwin mengalir dari sela-sela bibir Hani karena ia masih asik menikmati semburan sprema Edwin di dalam mulutnya.

“Uhuk... uhuk…” Hani melepaskan penis Edwin. 
Ia tersedak beberapa semburan sperma yang langsung meluncur ke tenggorokannya. Ditelannya sisa sperma Edwin yang masih tersisa di mulutnya. Tidak lupa juga, Hani menuntaskan hasratnya dengan membersihkan penis Edwin dari sperma yang baru saja menghujami mulutnya.

Hebatnya, setelah menyembur sperma begitu banyak, penis Edwin tetap tegak menjulang. Hani yang kagum dengan daya tahan penis Edwin jadi penasaran untuk memasukkan benda itu ke dalam memeknya.

“Ehh… mbak…” sebuah suara mengejutkan Hani yang masih terpana dengan torpedo raksasa itu. Rupanya Edwin terbangun dan kaget bahwa yang baru saja menservis penisnya bukanlah Okta.

“Sssttt… nama gue Hani. Okta lagi sibuk diluar. Sambil nungguin, lo main sama gue dulu yak. Kontol lo bikin gue nggak tahan tau.” bisik Hani pelan sambil perlahan membuka tank top hitam dan celana dalamnya.

Dalam sekejap, Hani telanjang bulat di depan Edwin, menampakkan dadanya yang tidak terlalu besar dan vaginanya yang kecil imut. Wajah cantik Hani lah yang mengundang birahi Edwin. Dilihatnya puting kecil Hani yang mulai tegang dan mengeras, tanda Hani sudah siap untuk digarap.

“Ini lo, harus tanggung jawab udah bikin pentil gue keras dan memek gue basah kayak gini.” ujar Hani sambil mencengkeram penis Edwin.

“Ahhh… i-iya, mbak.” desah Edwin saat penisnya digenggam tangan mungil Hani. Diarahkannya batang besar itu ke vagina gadis itu, “Ahhhh!!” desahnya saat batang besar itu mulai membelah memek Hani yang kecil.

“Ohhhhh… gilaaaa!!” Hani memajukan badannya sehingga memeknya semakin terisi penis Edwin. Ia berjalan pelan ke arah bocah itu, membuat penis Edwin semakin mendorong masuk ke dalam memeknya yang sebenarnya sudah agak melar.

“Ahhhh... gilaaaa!! Melar deh memek gue! Ohhhhh…” Hani semakin kesulitan mendekati Edwin saat merasa penis pemuda itu sudah mentok di lorong rahimnya. Padahal, belum semua penis Edwin berhasil ditelan oleh memeknya.

“Ahhh… uuuu… udah mentok, mbaakk... aaaahhhh!!”

“Ssshhhh... iyaaahhhhh... aahhhh... gue tauuuuu!!” ujar Hani sambil memaju-mundurkan pinggulnya mengocok penis Edwin dengan lubang surgawinya.

Slep, slep, slep, begitu bunyi setiap penis Edwin keluar dari vagina Hani, lalu masuk lagi. Edwin hanya tidur menikmati aktivitas Hani yang sedang aktif memainkan penisnya di dalam memek mungilnya.

“Enakkhhh mbaakkk... aaahhhhhh!!”

Lagi menikmati goyangan pinggul Hani, Edwin tiba-tiba mengapit tubuh Hani dengan kakinya. Hani yang kaget karena tiba-tiba kaki Edwin menekan pantatnya, kontan tersentak. “Eh!”

“Tahan ya, mbaaakk… aaahhhhhh…” Edwin menekan tubuh Hani dengan kakinya.

Hani yang pasrah jadi terdorong maju sehingga penis Edwin yang sudah mentok terasa makin menekan rahimnya. “Aakkhhhhhh… aaaakkkhhhh…” jerit Hani pelan saat penis Edwin perlahan mendesak masuk semakin ke dalam.

“Akkkkkhhhhhhh...!!!!” Hani mendongak saat dirasakan rahimnya terdesak oleh penis Edwin yang akhirnya masuk seluruhnya.

Edwin menahan tubuh Hani agar tidak mundur, didiamkannya penisnya yang mulai berkedut tanda akan menyemburkan lahar kentalnya. “Ahhhh... tahhhaannn mbaaakkkk... aaaaaaaaaah!!!” teriak Edwin saat dirasakan penisnya mulai orgasme.

Crot! Crot! Crottttt!! Spermanya menembak tepat di rahim Hani.

Hani yang merasakan cairan kental Edwin menghujam rahimnya spontan mendongak menahan semburan itu. “Ohhhhhhh... ohhhhhhhhhh... aakkkkhhhh…”

Lelehan sperma Edwin menetes dari celah vagina Hani. Hani yang diserang dalam posisi berdiri merasa lemas saat penis Edwin masih semangat menembak rahimnya. Kaki Edwin sesekali mendorong tubuh kecil Hani, seolah meremas penisnya agar tidak ada sperma yang tersisa.

Setelah seluruh spermanya sudah memenuhi, penis Edwin perlahan menyusut di dalam vagina Hani. “Hhh... hhhh... hhhh...” Edwin yang baru saja menghajar memek kecil Hani terengah-engah seperti orang habis lari. Hani sendiri langsung jatuh ke pelukannya, badannya lemas serasa tulangnya dilolosi setelah pertempuran tersebut.

Merasa mendapat bidadari jatuh, Edwin langsung membalik tubuh Hani sehingga telentang di atas tubuhnya. Sambil mengarahkan penisnya yang sudah mengecil ke anus Hani, Edwin pun mulai memilin-milin puting susu Hani yang kecil mungil. Hani yang sudah sangat lemas hanya bisa diam sambil mengatur nafasnya. Dibiarkannya penis Edwin mengaduk anus dan tangannya memainkan putingnya.

Merasa penisnya mulai menegang kembali, Edwin semakin menyodok anus Hani sehingga penisnya mengembang di dalam anus gadis itu. “Ohhhhhhh...” desah mahasiswi itu saat merasa penis Edwin mulai menyesaki anusnya.

“Aaaahhhhhhhhh...” Hani menjerit saat penis Edwin sudah tegang maksimal. Ukurannya yang luar biasa ternyata terlalu besar untuk lubang anus Hani yang kecil.

Meski pun sudah menjerit kesakitan, Edwin rupanya masih kesetanan. Sambil mengunci paha Hani dengan kakinya dan menjepit puting Hani hingga gepeng, Edwin memaju mundurkan pinggulnya sehingga penis besarnya mengesek-gesek dinding anus gadis berambut panjang itu.

“Aaaawwww... aaakkhhhh... gilaaa!! Aaaa... sakittt!!” jerit Hani.

Edwin yang tidak peduli terus menyiksa lubang anus Hani. Kali ini tangannya menarik puting tetek Hani sampai gadis itu menjerit kesakitan.

“Aaaaa... udahhh!! Aaaaaa... tetek gueee... sakitt!!!” jerit Hani pilu.

Tidak lama, Edwin kembali menyemburkan lahar kentalnya, kali ini menyebabkan anus Hani penuh sehingga terlihat rembesan putih kental meleleh dari lubang pantat putih sekal tersebut.

“Aaaahhhhh...” desahnya lega. Edwin terlihat puas sudah melepas keperjakaannya di dua lubang sekaligus. Sementara Hani, terlihat masih mengatur nafas karena baru saja dihajar di dua lubangnya sekaligus.

Setelah keduanya pulih. Hani bangun perlahan, tubuhnya masih terasa sangat lemas setelah dihajar bolak-balik oleh penis Edwin. “Gila lo ya, sakit tau nih lobang gue. Kena dua-duanya lagi.” semprot Hani sambil memegang memeknya yang masih melelehkan sisa sperma Edwin.

“Hehehe... maaf mbak, keasyikan. Lobang mbak sempit-sempit banget sih. Enak.” ujar Edwin sambil tersenyum kecil.

“Elo enak, gue menderita. Nih lihat lobang gue sampe melar gini.” ujar Hani sambil memperlihatkan vaginanya yang terlihat semakin melebar karena terjangan penis Edwin. “Puting gue jugaaa... perih nih.” lanjutnya.

“Hehehe... Iya, mbak. Maaf, maaf!”

“Udah ah, lemes banget gue. Gue balik dulu ke kamar. Elo lagi, nyemprot sembarangan di rahim gue, gue jadi harus minum obatnya mbak Arina biar nggak bunting.” ketusnya sambil mengambil tank top dan celana dalamnya yang tercecer.

Ia pun pergi meninggalkan kamar itu telanjang bulat. Sambil tertatih-tatih, sperma Edwin terlihat masih mengalir dari vagina dan anusnya.

“Yaaa, nggak jadi sama mbak Okta, ya udahlah sama mbak Hani juga yahud jepitannya. Nggak sabar nih mau nyicip toketnya mbak Okta, yang tadi kurang puas.” ujar Edwin dalam hati sambil kembali tiduran, menikmati apa yang baru saja terjadi.


Setelah minum obat punya Arina yang tergeletak begitu saja di dapur, Hani yang masih telanjang masuk ke kamarnya. “Ancur deh badan gue. Tapi enak gila kontol tuh anak.” ujarnya sambil merebahkan badannya yang masih lemas, membiarkan peju Edwin meleleh dari vaginanya melewati pahanya. Gadis itu pun tertidur, dan… ia lupa mandi.

0 comments :

Post a Comment