Janjiku Kepada Ira #9
Esok paginya aku terbangun lebih dulu dan ketika menengok ke samping, kulihat Ira sedang tidur dengan menggunakan lengan kiriku sebagai bantal. Wajahnya terlihat begitu damai dan tidurnya lelap sekali sepertinya karena kelelahan gara-gara tadi malam.
Aku tersenyum. Aku sempat tidak percaya, bagaimana mungkin seorang cewek seperti Ira yang punya segala-galanya, pintar, baik hati, cantik, dan masih banyak lagi kelebihannya mau berpacaran dengan cowok seperti aku. Aku termangu sejenak. Kemudian kubelai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Ira malah merapatkan tubuhnya kearahku dan memeluk tubuhku. Lenganku bersenggolan dengan buah dadanya yang lumayan besar itu, maka tanpa ba-bi-bu penisku langsung berdiri tegak.
Kuperhatikan sejenak, rupanya dia tidak terbangun. Muncullah ide nakal di benakku. Kubaringkan Ira telentang dan kunaiki tubuhnya. Aku menahan kedua lengannya. Ia masih saja terlelap. Kuarahkan penisku dan pelan-pelan kumasukkan kedalam vaginanya yang memang tidak ditutupi apapun kecuali selimut yang menutupi tubuh kami berdua.
Karena tidak melakukan foreplay lebih dulu, maka penisku terasa sulit masuk kedalam vaginanya. Kutekan pinggulku lebih kuat dan blesss….akhirnya penisku masuk seluruhnya. Kupompa sekali, dua kali, dan tiba-tiba Ira terbangun. Sekejap saja ia meronta-ronta dan berontak, namun kedua tanganku sudah menahan lengannya sehingga ia tidak bisa apa-apa.
Setelah melihat wajahku, gerakannya melemah dan akhirnya Ira berhenti berontak sama sekali.
“Ooh…kamu Rif…jangan bikin kaget dong…tiba-tiba masukkin ‘adik’ kamu ke ‘itu’ku. Pas aku lagi tidur lagi…ckck” decaknya
“Hehehe…gimana yah….nggak tahan sih” kataku sambil tertawa
“Hehehe…yaudah deh sayang, kita nikmatin aja yuk…” Ira tersenyum lalu menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan, mengikuti gerakanku.
Nafsuku terbakar seketika melihat responnya. Kupompa vaginanya dengan liar.
“Uuukkhh….uuuuhhh….pelan-pelan dong Rif! Awww…!” protesnya
Aku tersadar, kuperlambat gerakkanku supaya Ira juga dapat menikmati.
Hanya beberapa menit kemudian tubuhnya sudah dibasahi keringat. Sprei tempat tidurku kusut dan berantakan gara-gara ditarik-tarik oleh Ira.
“Uuuuffhhh…..hhhh…..hhhh…..ooohhh Riiifff….ooohhh….” desahannya berubah liar
Kumasukkan penisku dalam-dalam hingga mentok. Aku tidak berminat untuk berbicara ataupun mendesah. Yang aku inginkan adalah melihat wajah Ira yang sedang orgasme, maka aku berkonsentrasi untuk membuatnya orgasme daripada mencari kenikmatan untuk diriku sendiri.
“Eeekkhh….aaahh….ahhh…aahhhh….” Ira mengerang dengan begitu merangsang.
“Udah mau sampe belum?”
“Hm-mh….sebentar…eehhh….lagi…aaahhh….aahhh…” nafasnya putus-putus
“Aku cepetin lagi ya?” tanyaku sambil mempercepat genjotanku. Ira kelojotan ketika penisku masuk sangat dalam.
“Iyaaahh….cepetin Riff….oooohhh….iyaaa….gituu….mmmhhh….enaaak Riifff…ooohh…” racaunya
Beberapa menit kemudian gerakan tubuhnya semakin liar. Tangannya menggapai-gapai sekelilingnya seperti orang kehabisan nafas. Kedua kakinya menahan pinggulku supaya aku tidak mencabut penisku.
“Sudah hampir…” pikirku
“Aaaaahhhhhhhhh!!!!” Ira menggigit bibir bawahnya dan melenguh keras, tubuhnya menegang, kakinya menekan pinggulku dengan kuat sementara vaginanya meremas-remas penisku. Aku merasa penisku seperti disiram sesuatu yang hangat.
“Mengawali hari ini dengan orgasme. Gimana rasanya? Hehehe” candaku sambil tetap memompa vaginanya.
“Hhh….hhh…hhh…eksotis…” Ira tersenyum sambil memejamkan mata dan mengatur nafas.
“Hhahaha…puas nggak?” aku tergelak mendengar jawabannya
“Puas Rif, puas. Hehehe…pagi-pagi aku udah dikerjain…kamu nakal ya!” jawabnya sambil menepuk kepalaku dengan lembut.
Kukecup bibirnya kemudian kutarik penisku yang masih tegak. Bagiku sudah cukup melihat Ira orgasme, kalau masalah nafsu urutan kedua, yang penting ketika Ira terpuaskan, sebagian nafsuku juga terpuaskan. Dasar aneh.
Melihat hal ini, Ira bertanya dengan heran, “Lho? Udahan?”
“Iya. Udahan. Kenapa?” aku balik bertanya
“Kamu nggak…mmm…keluar?” tanyanya hati-hati
Aku terbahak melihat ekspresi wajahnya,
“Hahahaha…aku nggak ada kelainan! Aku cuma pengen liat kamu keluar aja kok!”
Ira menatapku dengan heran.
”Loh? Tumben? Biasanya kamu ngeluarin didalem…” ucapnya tersipu
”Nggak deh kali ini. Cukup gini aja. Apa mau lanjut? Hehehe” aku menggoda Ira
”Mmm…nggak deh…maaf ya…aku udah capek…lemes nih.” ujarnya lirih
Aku tidak memaksa. Ira bangun kemudian duduk disampingku dan menyandarkan tubuhnya ke dadaku.
”Dingin Riff…mmmhhh…” katanya sambil memeluk tubuhku
”Uh…aku lho ngerasa panas…hehehe” aku terkekeh
Ira tersenyum mendengar jawabanku. Ia merapatkan tubuhnya kearahku.
”Rif…aku sayang kamu…”
“Hei, emang kamu pikir aku nggak sayang kamu?” aku mencubit pipinya
”Ah masa sih?” candanya
”Eh Ra, kamu tau nggak?” tanyaku memancing-mancing
”Ya nggak lah bego! Kamu aja belom ngasi tau aku! Hahaha” kali ini dia mengelus-elus pipiku dengan lembut
“Hahaha iya juga ya! Kamu tu cewek yang paling sempurna tau nggak?”
”Nggak dong, masi banyak cewek lain yang jauh lebih baik dari aku…” Ira tertunduk, ia merendahkan diri
”Hei hei…percaya deh sama aku…aku nggak peduli kalo ada cewek yang lebih dari kamu atau apa, tapi dengan keadaanmu sekarang, dengan tiap kekurangan dan kelebihanmu, cuma kamu Ra cewek yang bagiku paling sempurna!” aku meyakinkannya
“Ah…nggak gitu juga kali…” Ira tersipu
Ira kembali tersenyum. Kami berpelukan cukup lama. Rasanya hangat, aku benar-benar bahagia bisa memiliki cewek seperti dia. Aku hampir menangis karena begitu bahagia
Aku melirik jam dinding kemudian berkata kepadanya,
”Udah jam setengah enam tuh…mandi gih, berangkat sekolah”
”Kamu aja duluan…”
”Aku kan nggak sekolah…ga ada pelajaran, ngapain berangkat ? Hehehe” aku terkekeh
”Ah nggak asik ah…” ujarnya sambil mencubit perutku
”Ih…kamu yaaa!” ucapku gemas sambil mencium lehernya
Ira mendorong wajahku menjauh dan tertawa,
”Ahhh…jangan mulai lagi deh…hahahaha…iyaa iyaa…aku mandi”
Ira bangkit dan berjalan dengan tenang ke arah lemari kemudian mengambil handuk. Aku menatap tubuhnya yang mulus dari atas kebawah. Ia sadar kalau ia sedang dipandangi, maka Ira agak menutupi tubuhnya sambil tersipu.
“Jangan ngeliatin kayak gitu dong….”
”Gimana nggak ngeliatin, sayang? Kamu seksi banget…” aku memujinya
”Ah gombal…” Ira tersenyum kemudian berjalan kearah kamar mandi.
“Oh iya Ra…”
”Hmm?” dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku
”Mau….mmm…” aku bingung mau mengatakannya
”Apaan? Mandi bareng? Hehehhee” tebaknya asal
”Bolehkah?” aku bertanya penuh harap
Setelah menatapku agak lama, Ira mengangguk dan tersenyum
”Ayo masuk…!”
Di kamar mandi penisku benar-benar keras dan menegang. Ira sadar akan hal ini, namun dia hanya tersenyum. Aku salah tingkah.
”Iraa…aku pengen…” aku sengaja merengek seperti anak kecil
”Hahaha…udah hampir jam masuk sekolah Rif…” Ira tertawa kecil
”Ya udah…aku ngocok sendiri deh…tapi aku sambil jilatin mem*k kamu ya?” pintaku
”Loh? Kok gitu?” dia terheran-heran
”Iya kan aku jadi nafsu banget kalo liat kamu ndesah gitu…hahahaha” aku tertawa
“Ah..aku nggak ngerti…hahaha…tapi ya udah…jangan lama-lama ya”
Ira duduk di pinggiran bath-tub dan melebarkan kakinya sehingga vaginanya kini terpampang .
“Anjing!” aku memaki keras sekali. Penisku nyut-nyutan melihat vagina Ira yang begitu mulus dan bersih, tanpa ada jemb*t sedikitpun.
”Eh, eh, eh! Kamu kok ngomongnya gitu sih?!”
Ira protes sambil merapatkan kembali kakinya, wajahnya tampak tidak senang.
”Eh yaaahh…jangan ditutup gitu dong…”
“Nggak. Kamu nggak boleh ngomong kasar kayak gitu lagi!” ucapnya tegas
”I..iya…maaf…nggak kuulangi lagi ”
”Janji?”
”Iya..janji”
Setelah itu Ira kembali membuka kakinya. Dengan ganas kujilati pahanya yang mulus itu. Benar-benar bersih dan halus tanpa noda atau cacat sedikitpun.
Ira merintih-rintih ketika lidahku sampai dibibir vaginanya. Aku menusukkan lidahku dengan liar kedalam vaginanya.
”Aaaaaaahhhhhh!!! Uuuukkhh….uuuuhhh….” ia menjerit dan mendesah
”Kyaaa! Hmmmmff….hhhh…uuuaaahh…”
Ira berteriak dan mengerang ketika klitorisnya kugigit dengan pelan.
“Terusin Riff…oooh…yeah…that’s right baby…ooohh….ooohhhh…jilatin terus…aaahhhnn….disitu…ooohhh…mmmhhh” ia benar-benar lepas kontrol
Hanya dalam beberapa menit, karena Ira sudah horny dan posisi kakinya mendukung, segera saja ia mengalami orgasme. Pahanya yang halus itu menjepit kepalaku dan tangannya mendorong kepalaku dari belakang agar lidahku bisa masuk lebih dalam.
“Aaaaaarrrggghhhh…..!!” ia mengerang penuh kenikmatan ketika akhirnya ia orgasme
Ira mengerahkan sisa-sisa tenaganya untuk beringsut ke sisi lain bath-tub dimana ia kemudian bersandar pada dinding kamar mandi. Nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran dan di bibirnya tersirat senyum kepuasan.
”Uuuuh….” Aku bersusah payah menahan nafsu yang menggelora.
Tiba-tiba Ira bangkit dan berlutut dihadapanku.
Ia mengusap-usap penisku dan berkata, “Kalo aku bisa bantu kamu nenangin adik kamu ini, kita berhenti yaa? Kalo dilanjut, ntar aku bisa telat Rif”
Tanpa banyak cing-cong, Ira membenamkan penisku kedalam mulutnya. Ia mengurut penisku dengan menggunakan mulutnya, dan didalam, lidahnya membelit-belit penisku.
Aku berusaha mendesah, tapi tidak keluar suara apapun dari mulutku. Yang dapat kulakukan adalah duduk di pinggiran bath-tub dengan wajah memandangi lampu kamar mandi. Rasanya seperti disurga.
Ira benar-benar sudah professional dalam blow-job, bukan karena dia sering melakukan blow-job, tetapi semata-mata karena Ira adalah cewek yang pintar dan cepat belajar, ia cepat hafal tempat-tempat yang paling merangsangku.
Kalau soal blow-job, bisa dipastikan hanya sekitar 3 menit ‘adik’ku pasti muntah. Dan memang ini yang terjadi. Penisku rasanya berdenyut-denyut dan lututku lemas. Sedetik kemudian spermaku muncrat dengan deras di dalam mulutnya. Namun sayang, Ira masih belum bisa memperkirakan kapan keluarnya spermaku sehingga ia tersedak dan terbatuk-batuk.
”Ah! Maaf Ra maaf…!” kataku sambil menepuk-nepuk punggungnya berharap hal itu dapat membuatnya merasa baikan
”Uhuk! Uhuk! I..iya…uhuk!! Nggak apa-apa…” Ira berusaha tersenyum
”Kamu keluar yaa? Aku mau mandi dulu…hehehe” lanjutnya sambil menjilat bibirnya yang berleleran sperma.
Aku pun menurut dan melangkahkan kaki keluar kamar mandi. Setelah Ira selesai mandi, dan akupun telah bersiap-siap, kami berangkat kerumah Ira untuk mengambil seragam yang tidak dibawanya. Keherananku terjawab ketika kami sudah diluar rumah, ternyata kedua orang tuaku ada tugas mendadak di luar kota dan berangkat kemarin, tepat ketika Ira datang tanpa berpamitan kepadaku.
Kami sampai di depan rumah Ira, ketika orang tuanya hendak berangkat kerja naik mobil.
Ira nyelonong masuk setelah mengucapkan selamat pagi.
"Oohh...Arif, Ira tadi malem dari mana sih?" tanya Ibunya
"Eehh...eemmm....dari..." aku tergagap, takut dan bingung mau menjawab.
"Hayoo...habis dari mana nih??" Ibunya semakin menggodaku
"Ira tadi malem nginap dirumahnya Arif Ma, Pa...kan udah bilang kemarin..." Ira keluar, telah berganti seragam osis dan langsung memutus percakapan kami
"Hah?? Gile ni anak!! Terus terang amat?!" pikirku
"Iya...nginap sih nginap...tapi nggak ngapa-ngapain Ira kan kamu?" tanya Ayah Ira dengan penuh selidik
"Ng..nggak dong Oom...haha...emang...emang mau ngapain? Hahaha..." aku semakin gugup
"Hahahahaha!! Ya kirain ngapaaaaiiinn gittuuuu....!" goda sang Ibu
"Nggak dong tante...hahaha..."
"Anjrit! Udah sono cepetan pergi! Ntar ketauan aku sering ML sama Ira bisa mampus!!
"Udah deh Mah, Pah, nggak usah khawatir berlebihan dong...sono berangkat" Ira tersenyum kepada orang tuanya
"Yaudah deh, Arif, Ira, Mama Papa berangkat dulu yaa" mereka melambaikan tangan
Brrrmmmm.....Mercedes itu pun melaju dengan mulus menjauhi kami.
Aku menstarter motorku.
Ketika Ira duduk dibelakangku, aku bertanya sambil berbisik
"What the hell was that?!"
Ira tersenyum...
----------------
Aku sampai di SMA tempat Ira bersekolah kira-kira pukul 06.45 AM.
Ternyata sekolahnya sudah cukup ramai oleh anak-anak. Aku berhenti di gerbang sekolah dan Ira turun disitu.
“Aku sekolah dulu ya Rif” pamitnya
“Iya…belajar yang pinter ya…oh iya, ada ulangan nggak?” tanyaku
“Mmm…ada…ulangan metematika…hehehe”
“Ya udah. Sukses yaa…ayo kamu bisa dapet 100” kataku menyemangatinya
Ira mengiyakan. Ketika ia berbalik dan hendak pergi, aku menarik tangannya.
“Hei…kok ngeloyor gitu aja?” aku tersenyum
“Uhh…masa disini sih?” tanyanya ragu-ragu
Setelah menengok ke kanan kiri, Ira mengecup bibirku dengan cepat.
“Makasih ya Rif” ia tersenyum dan berbalik kemudian masuk kedalam sekolah
Aku tersenyum memandanginya masuk kedalam sekolah. Ira sesekali menoleh ke arahku dan melambaikan tangan. Aku memutuskan untuk pulang. Hatiku dipenuhi kebahagiaan sehingga ketika perjalanan pulang aku tersenyum kepada siapa saja yang kutemui.
Namun aku tidak menyadari, bahwa kebahagiaanku ini tidak akan bertahan lama…dan itu terbukti beberapa hari kemudian.
0 comments :
Post a Comment