Janjiku Kepada Ira #3
Dengan sempoyongan aku membukakan pintu, dihadapanku berdiri sesosok makhluk dengan ukuran tidak manusiawi, tinggi besar dan hitam. Tetapi setelah kuperhatikan, ternyata dia adalah Setyo.
”Kok gak masuk tadi coy?”, tanya Setyo ceria.
”Loh? Tau darimana? Perasaan kita beda SMA deh…”, aku kebingungan.
”Itu, Rangga tadi SMS, dia mau jenguk bareng Tama, tapi ada tugas mendadak, jadi nggak jadi.”, ujarnya sambil meringis-meringis.
“Ni orang otaknya kenapa sih?”, tanyaku dalam hati.
”Oh, yaudah masuk dulu…aku demam coy…kepalaku sakit banget…”, kataku sambil mempersilahkan Setyo masuk.
”Nggak ah, makasih, aku mau langsungan..hehehe”, jawab Setyo cengar-cengir.
”Ini orang kenapa sih? Aku bener-bener nggak ngerti”, pikirku.
“Aku pulang dulu ya Rif, cepet sembuh coy!” kata Setyo sambil berjalan keluar gerbang
”Iyaa…makasih ya Dan!”, sahutku ceria.
Ketika Setyo telah pergi, ternyata tepat di belakang tempat Setyo berdiri tadi ada sesosok makhluk lain yang memperhatikanku, dia mengenakan pakaian putih dan menyeringai. Rasa dingin merayapiku.
”Woi! Kaya liat setan aja! Kenapa sih?”, tanya Ira membuyarkan lamunan horrorku.
”Eh? Loh?”, tanyaku kebingungan.
“Emang mukaku kaya setan yaa?”, tanyanya lagi dengan bibir manyun.
”Ah, bukan..bukan…tadi aku halusinasi…maaf.”, jawabku.
“Jadiiii…..?” ,tanya Ira, dia tersenyum.
”Jadi apaan?” ,aku semakin kebingungan.
”Aku gak disuruh masuk atau gimana gitu?” ,sindirnya sambil tertawa.
”Oh iya….maaf…ayo masuk…maaf berantakan…” ,aku mempersilahkannya masuk.
Begitu aku membalikkan badan setelah mengunci pintu, Ira tidak ada di ruang tamu. Aku kebingungan…apakah yang kulihat tadi hantu? Perasaanku jadi tidak enak, maka kuputuskan untuk tidur lagi. Mungkin aku terlalu lelah. Ketika aku masuk kamar, tiba-tiba pintu kamarku tertutup sendiri. Aku mematung ketakutan. Pelan-pelan aku menoleh ke belakang dan melihat Ira sedang nyengir melihat reaksiku dengan gayanya yang khas, kedua tangannya dimasukkan saku jaketnya yang berwarna putih.
”Eh kunyuk, udah tau aku lagi sakit, masih aja jail.” ,aku duduk di tepian tempat tidur sambil menghela nafas.
”Iya maaf…hehehe…gimana sakitnya?” ,Ira duduk disebelahku.
”Udah ada kamu, jadi aku udah gak apa-apa.” ,aku menatap matanya sambil tersenyum.
Ira tampak terkejut mendengar jawabanku. Sejenak kami saling berpandangan. Perasaan hangat membuncah dari dalam hatiku…aku cinta mati kepada cewek di hadapanku ini.
Matanya yang paling kusuka, mata yang teduh itu, mata yang memancarkan ketenangan dan kedewasaan yang begitu dalam.
”Ah iya. Aku bawa makanan nih. Tadi aku beli di kantin.” ,katanya mengalihkan pembicaraan.
”Aku kan udah bilang. Kamu ada disini aja udah cukup.” ,kataku sambil memeluknya dari belakang, kulingkarkan tanganku di pinggangnya, berharap Ira bisa merasakan kehangatan yang mengalir dari hatiku.
Dia terdiam sesaat, sepertinya ia merasa canggung. Tetapi tidak mengubah posisinya dan melanjutkan menawari aku berbagai macam makanan.
”Aku juga bawa buah loh. Mau nggak? Ada macem-macem, ada apel, jeruk, pear. Mau yang mana?” ,tanyanya dengan terburu-buru. Ira mengeluarkan sebuah apel dari dalam tasnya.
“Kamu sekolah apa kondangan sih?” aku mengejeknya
“Hehehhe…sekolah, tapi buku pelajaran udah aku taruh dirumah tadi” Ira tertawa
Aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Menikmati tiap detik yang kulalui, aku merasa tenang mencium wangi tubuhnya. Aku…ingin begini selamanya…
”Aku mau dong buahnya.” ,jawabku.
”Oh? Mau yang mana?” ,tangannya masih menggenggam sebuah apel.
”Aku maauuu….” ,rengekku dengan manja.
”Iyaaa….mau yang mana ? Apel? Jeruk? Pear?” ,jawabnya sambil tersenyum.
”Gaak….aku gamau semuanya….” ,bantahku.
”Loh? Katanya mau buah? Yang mana nih?” ,Ira tampak kebingungan.
”Aku mau buah yang ini…” ,tanganku dengan sigap melepas kancing seragam dan menyelinap ke balik bh yang dipakainya. Kuremas-remas buah dadanya dengan lembut.
”Aaaaaahh…..Rif jangan…!!” ,desah Ira, apel yang ada ditangannya jatuh ke lantai.
Langsung saja kulumat bibirnya.
”Mmmmmhh…..mmmhh….!” ,Ira berusaha mendesah, tetapi terhalang oleh bibirku.
Tangan kiriku menyusuri buah dadanya, kemudian turun ke perut, masuk ke rok lalu kuselipkan kedalam celana dalamnya. “Belum basah.” ,pikirku. Kutarik tangan kiriku dan kujilat jari tengahku, kemudian kuselipkan lagi masuk celana dalamnya. Langsung saja kugesek-gesekkan jariku ke vaginanya.
”Iyaaaaaaaahh….aaaaaaahhh….aaaaahhhhh….aawwh…mmmhh …!!” ,Ira mendorong bibirku menjauh agar bisa mendesah, nafasnya sudah tidak beraturan.
Mulutku kini bebas. Langsung saja kupakai untuk menciumi leher jenjangnya yang menggairahkan. Beberapa menit aku mengerjai Ira dengan menambah intens gesekan dan remasan di tubuhnya tiap menit yang berlalu. Kamarku kini dipenuhi suara desahan dan lenguhan nikmat Ira.
”Aaakuu….aaaahhnn….aaaahh….nggghh….maauu….aaahh…aa ahh….keluaaarr….uaaaaahh….!” ,pekiknya tertahan.
Pahanya mengapit erat tangan kiriku, sementara kedua tangannya mencengkeram tangan kiriku juga. Kini kuku-kuku kedua tangannya kembali menancap di tanganku, kali ini tangan kiri. Tubuhnya mengejang hebat, sesaat kemudian Ira jatuh terduduk di lantai kamarku. Nafasnya tersengal-sengal, karpet lantai kamarku basah oleh cairan orgasmenya.
”Ihiiy…ciyee…ciyeee…yang habis orgasme…hahaha” ,candaku.
”Berisik! Diem lah kamu…! Haahaha” ,jawab Ira, bibirnya bergetar hebat.
”Iya..iya…nambah juga nih koleksi tattoo di tanganku. Kemarin yang kanan, sekarang yang kiri…hahaha…” ,sindirku
“Ma…maaf…aku nggak sengaja…sungguh…”
”Iya, nggak apa-apa kok…” ,jawabku singkat
Kubantu dia berdiri, sesaat kami berpelukan, kutatap matanya…mata yang indah yang selalu kudambakan…kemudian kucium bibirnya dengan lembut…
Kulepas sepatunya yang dari tadi masih dipakainya dan kutidurkan dikasur. Aku berbaring di sampingnya. Setelah nafasnya teratur, tiba-tiba dia berdiri dan melepas rok beserta celana dalamnya.
”Eh…eeh…mau ngapain kamu? Mabok yah?” ,tanyaku terkejut sekaligus heran.
”Hehehehe…” ,Ira hanya terkekeh.
Sekarang dia hanya mengenakan seragam yang sudah kusut dan kancingnya terbuka setengah, tanpa rok maupun celana dalam. Sontak ‘adik’ku menegang dengan hebatnya, jadi keras kayak mayat siap dikubur.
Dengan cepat, Ira menidurkanku, sekarang posisi kami 69, favoritku. Hehehehe…
Vaginanya tepat berada didepan wajahku.
”Ih…wooww…” ,gumamku takjub.
”Kenapa?” ,tanya Ira
”Unyuuuuuu…..hahaha” ,langsung saja kugesek-gesek vaginanya dengan jari.
”Aaaaahh….na…nakal…!” ,desahnya dengan manja
Ira mengelus-elus penisku dari luar celana yang kukenakan. Geli gimana gitu. Jadi tambah tegang.
”Eh, Ra, kamu serius nih? Udah pernah kaya ginian belum?” ,tanyaku tidak yakin
”He eh…santai aja. Belom…ini yang pertama. Hehehe” ,dia membuka celanaku
”Apa gapapa nih? Yakin kamu?” ,aku masih belum yakin.
”Iiih…gak percaya amat. Coba aku praktekin kayak tadi malem waktu aku liat bo…….kep?” ,kata-katanya sempat terhenti ketika celana dalamku sudah terlepas dan ‘adik’ku dengan gagah berdiri, dengan bentuk evolusi akhir.
Aku pun agak kaget; “Woi! Itu kamu ‘dik’? Kamu kenapa hah bisa sampe kaya gitu?” ,tanyaku kepada sang ‘adik’ dalam hati.
“Hehehe…jadi malu…” ,aku tersenyum
”Wow…ternyata gini toh…anunya cowok…” ,tatapnya penasaran sambil memegang batang penisku. Rasanya aneh, tapi enak.
”Eh, apa tadi malem kamu nonton bokep?” ,tanyaku
”Iya…yaa walopun aku sempat muntah ngeliatnya…baru pertama aku liat bokep..” ,jawab Ira tersipu.
Tanpa ba bi bu, Ira langsung memasukkan penisku ke mulutnya dengan agak canggung. Dia jilati dari ujung ke pangkal. Rasa dingin sekaligus hangat menyelimuti penisku. Tiap gesekan dengan lidahnya membawa sensasi nikmat, membuatku merinding.
”Oooohh…..” ,aku mengerang, seluruh tubuhku gemetar karena nikmat
”Coba aku praktekin kayak yang di bokep ya?”
Dia memaju-mundurkan kepalanya, penisku keluar masuk mulutnya dengan bebas.
Ketika aku menyentakkan pinggulku, penisku masuk terlalu dalam ke tenggorokannya.
”Hmph…” , Ira memejamkan matanya rapat-rapat saat penisku masuk sampai tenggorokannya
”Uups…sori…gimana rasanya?” ,kataku.
“Mmm…ga terlalu buruk kok…tapi aneh sih…” ia melepaskan penisku dari mulutnya supaya bisa berbicara.
Ku belai-belai dan kubuka sedikit bibir vaginanya. Dari sini, aku bisa melihat jelas klitorisnya yang waktu itu belum sempat dieksploitasi besar-besaran oleh lidahku. Kuhisap klitorisnya, kugigit kecil dan kubelit dengan lidahku. Responnya diluar dugaan.
”Mmmmmmuaaaahhh…..aaaaarrrghhh….!! Disitu…aaaaagghh….aaaahh…aaahhh…” ,teriak Ira. Dia melepaskan penisku dari mulutnya, ia menjerit dan kepalanya mendongak keatas.
Kemudian kepalanya terkulai lemas disamping penisku yang masih dengan angkuh berdiri. Sesekali dia menjilat batang penisku dengan lemah. Wajahnya sayu, kelelahan. Melihatnya dalam kondisi seperti ini, nafsuku semakin meledak. Serangan lidahku semakin gencar di klitorisnya.
”Ngggghhh…..aaahhh…aaaahhh….uuuuhhh…..mmmhhh…..ter us Riff…terusin…ooohh….iyaaaahh…” ,matanya terpejam dan nafasnya pendek-pendek.
Beberapa detik kemudian, Ira menekan vaginanya ke mulutku dengan kuat, aku megap-megap. Tubuhnya bergetar hebat.
”Riiiiiiiiifff……aku….keluaaaaaaaaaaarrr….!!” ,jeritnya.
Dia mengalami orgasme yang kedua kalinya. Cairan orgasmenya membasahi mulutku. Euh…baunya aku tidak tahan. Segera setelah itu, dia terkulai lemas diatas tubuhku.
”Makasiih Ra…mulutku basah semua!” ,ujarku kepadanya dengan nada sinis.
”Mmmmhh…?” ,matanya terpejam dan kelihatan sangat lemas
Aku duduk dan mengangkat pinggulnya dari belakang. Dari posisi ini, aku dapat melihat punggungnya yang basah oleh keringat dan wajahnya yang kelelahan.
“Sekarang, gantian yaa” ,ucapku santai. Dari belakang, kulucuti semua pakaiannya hingga dia telanjang bulat.
“Jangan…Rif…aku masih virgin…” ujarnya lirih, nafasnya berat dan pendek
0 comments :
Post a Comment