Janjiku Kepada Ira #7

Wednesday, 5 October 2016

Janjiku Kepada Ira #7


Sudah sebulan berlalu…

Entah apa sebabnya, hubunganku dengan Ira menjadi renggang. Ia berkata bahwa ia ingin fokus kepada try out yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Aku bisa mengerti, itulah sebabnya kami SMS an hanya sedikit dan tidak pernah hang-out berdua, namun yang tak kumengerti adalah Ira tetap saja dingin dan pendek dalam membalas SMS ku dan tidak pernah mengangkat telpon dariku walaupun try out itu telah selesai seminggu yang lalu. Aku mencoba bersabar.

Beberpa desas-desus bahwa Ira terlihat berjalan-jalan di toko bersama seorang cowok beberapa kali sampai ke telingaku. Namun hal ini tak kuceritakan pada siapapun, dan kuanggap sebagai gossip semata, walaupun hatiku gundah.

Aku mencoba menjalani kehidupanku seperti biasa, tertawa di hadapan sahabat-sahabatku walaupun hatiku tidak tenang. Aku takut terjadi sesuatu pada Ira.

Suatu hari,

“Eh, malem minggu nih! Ntar nonton film yok di bioskop?” ajak Rangga

“Film apaan? Bokep? Hahahahaha…” tanyaku

”Lah Arif, bokep doang pikirannya!” cetus Tama

”Kowe kuwi rai bokep!” Rangga menyerang Tama dengan logat Jawa yang sangat kental

“Bhahahahaha…!! Goblok yah Ngga!” aku tertawa sampai sakit perut

”Bangkai! Btw, ngajak anak-anak cewek?” tanya Tama

”Iya…iya…ayo! Kita nonton film horror gitu, biar romantis…hahaha” Rangga menyahut

”Ntar kalo ada adegan hantunya, cewek-cewek pasti takut kan…terusss…eaaaa!!” celetuk Tama dengan muka mupeng

”Hahahaha…porno lah!”

”Loh, mau gimana lagi coba? Hahahaha….eh, Riff, ngajak Ira yah?” kata Tama kepadaku

Sejenak aku ragu untuk menjawab ajakannya.

”Iya deh, coba…tapi nggak janji ya” aku memaksakan senyum

”Ya udah deh, ntar kumpul jam 7 dirumahku ya!” Rangga mengusulkan

”Oke lah…santai men!” jawabku

Pukul 14.00…

Bel pulang berbunyi…anak-anak dikelasku sudah bersiap-siap untuk pulang.
Setelah berdoa dan memberi salam kepada guru, kami berhamburan keluar kelas.

Sambil berjalan keluar kelas aku mengirim SMS kepada Ira ‘Sayang, kmu dh pulang?’, kutunggu 5 menit dan tak ada jawaban.

Aku segera menuju tempat parkir, kunyalakan sepeda motorku dan segera memacunya melewati kerumunan anak-anak kelas lain yang sedang ramai bercakap-cakap, aku menuju kerumah Ira.

Dari kejauhan tampak pagar rumah Ira yang tinggi, sejenak tidak ada yang aneh. Namun ketika aku semakin dekat, aku melihat suatu pemandangan yang menusuk hatiku, seolah-olah jantungku berhenti berdegup. 

Kulihat Ira sedang berdiri berhadap-hadapan dengan seorang cowok yang sedang bersandar pada sebuah mobil sedan mewah, kutaksir tingginya hampir sama denganku, ia mengenakan hem berwarna putih dengan celana jeans panjang dan memakai sepatu putih, tampilan khas orang kaya. Sekilas dapat kulihat Ira sedang memegang sebungkus plastik bertuliskan nama sebuah toko roti terkenal di kotaku. Tampaknya mereka berdua sedang asyik bercakap-cakap, Ira terlihat begitu bahagia ketika sedang ngobrol dengan cowok itu.

Emosiku meledak keluar bersama kepedihan-kepedihan yang pernah aku alami dan akan kumuntahkan semua perasaan marahku saat ini juga. Namun akal sehatku masih berjalan, maka kutepikan motorku dan kuparkir di sisi jalan yang sama dengan mereka dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama ketika kulihat cowok itu menggenggam tangan Ira, dan ia hanya tersipu-sipu malu ketika tangannya dipegang seperti itu.

Kulangkahkan kakiku dengan mantap, dengan emosi yang siap tercurah. Ketika jarak antara kami tinggal 3 meter, Ira menyadari kehadiranku dan menoleh kearahku, seketika tersirat ketakutan dan kekagetan dimatanya. 

Ira bukanlah cewek tolol, ia tahu kalau aku tidak pernah marah terhadapnya dan selalu sabar, tetapi ia tahu dengan pasti bahwa ketika aku benar-benar marah, aku tidak akan menahan diri lebih lama.

Ira hanya berdiri mematung dan menatap mataku ketika aku berjalan mendekatinya. Dibibirku tersungging senyum sinis yang belum pernah kuperlihatkan kepada siapapun. Ketika melihat senyumanku, tangannya mengepal dan ia menunduk. Si cowok yang sadar kalau ada sesuatu yang salah menoleh kearahku, namun tak berkata apa-apa.

”Oooh…begini ya ceritanya…” ucapku ketika aku sampai dihadapannya

Ira diam saja, ia masih menunduk, namun dapat kulihat jelas, tangannya gemetar.

”Hhahaha…lagi try out ya Ra? Try out sama cowok gitu? Cih…aku nggak nyangka kamu semurah ini…” kutatap Ira dengan pandangan sinis

”B-b-bukan Rif…” ia sedikit mengangkat wajahnya, suaranya bergetar ketakutan

”Bukan apanya? Ternyata kamu gini ya dibelakangku? Mentang-mentang banyak yang naksir kamu, terus kamu seenaknya selingkuh gitu ya? Heh!? GITU YA!!” suaraku meninggi dan kudorong bahunya dengan sangat kasar sehingga ia mundur beberapa langkah, ia mulai menangis.

Melihat hal ini, si cowok tidak tinggal diam

”Woaah…woaahh…tenang bro..tenang…” ujarnya sambil menepuk bahuku

”Don’t…touch…me…” suaraku bergetar karena marah, aku berusaha menahannya.

“Bro, dia kan cewek bro…jangan main kasar gitu dong…” ia tidak menghiraukan kata-kataku dan masih menepuk-nepuk bahuku dengan cukup keras

”I said…DON’T TOUCH ME, GOD DAMN IT!!” aku berteriak sekeras mungkin

Seketika itu juga sebuah pukulan kudaratkan di tulang pipi kanannya. Cowok itu jatuh terjungkal. Ia segera bangkit dan berusaha membalas ketika Ira segera berdiri ditengah kami berdua dan berusaha melerai kami.

Melihat hal ini, si cowok segera berhenti dan kemudian mengelus-elus pipi kanannya yang tadi kupukul.

Ira maju selangkah kearahku,

”Rif, aku mau jelasin semuanya…” air matanya berlinang

“Ooh…cukup…aku udah liat semuanya kok…udah cukup JELAS!” aku tersenyum sinis

“Bukan…ini nggak seperti yang kamu kira…” air matanya mengalir semakin deras

”Oh ya? Banyak temen-temenku yang liat kamu lagi jalan sama anjing ini!” bentakku sambil menunjuk si cowok yang hanya diam saja.

“Itu—“ ia tercekat, tidak mampu melanjutkan kata-katanya.

Si cowok kemudian melingkarkan tangannya pinggang Ira dari belakang dan berusaha menariknya menjauhi aku

”Udah Ra, gembel terminal kayak dia buat apa diurusin?! Udah, kamu sama aku aja, aku toh jauh lebih baik, aku jauh lebih kaya, lebih cakep dan aku lebih segalanya dibanding dia! Aku jauh lebih pantes buat kamu daripada sampah ini!! Apa juga bagusnya cowok cupu kayak dia?” cowok itu mengacungkan jarinya ke arahku.

Aku hanya diam. Kutelan semua hinaannya mentah-mentah. Aku tidak sempat untuk marah karena pikiranku begitu keruh dan hatiku dipenuhi perasaan sedih yang teramat sangat. Aku hanya bisa mengencangkan kepalan tanganku sambil menunduk kebawah, tidak peduli dengan apa yang akan terjadi.

Tetapi sungguh diluar dugaan, bahkan aku pun agak kaget,
Ira berbalik, kemudian…PLAKK!! Sebuah tamparan keras mendarat dipipi cowok itu

”Heh cowok murahan! Jaga mulut kamu ya!! NGGAK USAH SOK!!” suaranya melengking tinggi, Ira menjerit sambil menangis.

Si cowok kelihatan benar-benar marah.

”Dasar pelacur! Kamu harusnya berterimakasih sama aku! Banyak cewek yang ngejar-ngejar aku, aku bisa dapetin setiap cewek yang aku suka, cewek murahan kayak kamu gak ada apa-apanya!” bentaknya kemudian masuk ke mobil dan meluncur dengan cepat meninggalkan kami berdua.

Ira berbalik ke arahku

”R-Rif?” tanyanya sesenggukan

”Hha! Bagus juga aktingmu Ra? Tapi sayang…aku nggak sebodoh itu!” kataku sambil berbalik untuk pergi

Ia memeluk lengan kiriku

”Rif! Dengerin aku dulu!” pintanya sambil kembali menangis

”Pelacur, lepasin tanganku!” bentakku dengan sangat kasar

”Astaga Rif…kamu tega…kalo kamu ninggalin aku, aku harus gimana? Siapa yang bakal nemenin aku? Siapa yang bakal merhatiin aku?? Cuma kamu Rif, cuma kamu yang aku harapin…” tangisnya semakin keras

Kusentakkan tanganku sekali, dan lenganku langsung lepas dari pelukannya. Kutarik kalung yang pernah ia berikan kepadaku dengan kasar, kucampakkan ke tanah di depan hadapannya.

”Go to hell…” jawabku singkat

Aku segera berbalik kemudian berlari ke arah motorku dan memutar arah. Sempat kulihat di kaca spion, Ira yang berlutut di trotoar, ia menangis sambil menutupi wajahnya dengan tangan.

0 comments :

Post a Comment