Edwin dan 4 Gadis Kontrakan #4 (END)

Saturday, 8 October 2016

Edwin dan 4 Gadis Kontrakan #4 (END)


Edwin masih terbaring di ranjang di kamar Okta. Kakinya dibiarkan terjulur ke bawah, menampakkan penis perkasanya yang sudah menggagahi dua cewek sekaligus dalam satu hari. Sekarang, penis itu sedang menunggu hidangan utama yang masih berada di kamar mandi, yaitu dua daging legit vagina milik Okta.
Setelah menyetubuhi Hani si memek kecil dan Arina si jilbab binal, dan kini sedang menunggu Okta si lonte semok, Edwin merasa sangat senang. Ia sama sekali tidak menyesal melepas keperjakaannya di jepitan dua (sebentar lagi tiga) wanita-wanita cantik dan seksi tersebut. Ia jadi teringat saat ia hampir saja melepas keperjakaannya di jepitan vagina pacarnya, Via. Ia yang saat itu sedang menggarap kelamin pacar pendiamnya dengan lidah itu tidak menyangka bahwa Via begitu ‘lemah’ sehingga orgasme pertama yang terjadi langsung membuat Via kehilangan tenaga, padahal saat itu penis Edwin yang sudah tegang siap memberi nuansa lebih di lubang surgawi gadis manis yang sudah dipacarinya selama 3 tahun itu.

Sekarang, Edwin begitu bersyukur tidak melepas perjakanya kepada pacar yang sudah diputuskannya beberapa bulan lalu. Selain akhirnya bisa melepas perjakanya di jepitan memek dari cewek yang lebih cantik, Via dianggap Edwin tidak dapat memberi kepuasan karena tidak pernah membuatnya orgasme dan tubuh Via yang memiliki tetek kecil tidak membuatnya bergairah.
“Eh, udah selesai sama Mbak Arina?” tanya Okta yang ternyata sudah selesai mandi. Gadis montok itu masuk ke kamar sambil mengenakan handuk putih yang dililit ke tubuhnya hanya dari pinggang ke bawah, membiarkan payudaranya terpampang bebas menjadi santapan mata buas Edwin.
“Udah, mbak. Udah balik ke kamar Mbak Arinanya,” jawab Edwin, setengah berbohong.
Setelah menghajar anus karyawati berjilbab itu, Edwin membopong tubuh Arina yang pingsan ke kamarnya. Arina pingsan setelah anusnya dipaksa menelan seluruh penis Edwin yang begitu besar. Jeritan pilu wanita cantik itu semakin terdengar miris saat Edwin menyemburkan spermanya di dalam anus sempit itu. Alhasil, Arina pun pingsan sehingga harus dibopong oleh Edwin. Tidak lupa, Edwin mengambil beberapa gambar tubuh telanjang Arina untuk oleh-oleh kepada temannya sebagai bahan coli.
“Oh, gimana? Enak nggak punya Mbak Arina?” tanya Okta lagi sambil menggosok-gosok vaginanya dengan handuk. Seperti mencium hidangan sudah di depan mata, penis Edwin perlahan bangun sehingga semakin tampak besar dan kokoh.
“Wihh... legit banget, mbak. Depan belakang udah aku sodok sampe Mbak Arina lemes badannya. Asik, mbak, bodinya Mbak Arina. Seksi, teteknya montok, pantat sekel, jilbaban pula.” jawab Edwin begitu semangat, menceritakan pengalamannya bersama Arina.
“Wah, dapet aja kamu anusnya Mbak Arina, masih perawan loh anusnya.Sebelumnya dia selalu nolak kalo ada yang mau penetrasi di anusnya.”
 Edwin terkejut, pantas pantat Arina begitu seret, sempit, dan nikmat, ternyata masih perawan. Benar-benar keberuntungan dapat mencicipi anus perawan cewek jilbab.
“Sama Hani?” lanjut Okta penasaran.
“Sama Mbak Hani juga enak banget, mbak. Memeknya kecil, jadi tetep seret pas aku masukin. Anusnya juga udah aku jebol, mbak. Wih, nikmatnyaa!! Kontolku disedot-sedot sama memeknya Mbak Hani. Sepongannya Mbak Hani juga asyik. Sayang ya Mbak Hani teteknya kecil, padahal cakep. Wah… serasa surga dunia banget, mbak.” jawab Edwin antusias membicarakan si binal kecil itu.
“Enak mana sama mbak?” tanya Okta tiba-tiba sambil mendekati Edwin, tanpa mengenakan sehelai benang pun.
Edwin menelan ludah melihat tubuh seksi itu berjalan genit mendekatinya, “Hmm… tetek dan bodi mbak paling montok sih di antara Mbak Arina dan Mbak Hani, tapi kan aku belom pernah cobain memek mbak. Hehehe.”jawabnya sambil menahan nafsu yang semakin memuncak saat Okta dengan genitnya merangkak menaiki badannya.
“Makanya cobain dong…” bisik Okta setengah mendesah di telinga Edwin. Tanpa aba-aba, Okta merenggut tangan Edwin dan menempelkannya di alat kelaminnya yang sudah basah.
Edwin yang kaget karena gerakan tiba-tiba Okta berusaha mengenali situasi. Di depannya sudah terpampang Okta, cewek seksi montok berwajah eksotis yang sudah menyerahkan tubuhnya untuk dipuaskan olehnya. Okta adalah hidangan utama Edwin hari ini, setelah menikmati hidangan pembuka di tubuh Hani dan Arina.
Cairan kelamin Okta membasahi tangan kanannya yang meremas-remas daging itu dengan lembut. Okta yang masih dalam keadaan setengah berdiri melenguh kenikmatan merasakan liang surganya diremas-remas oleh Edwin.
Edwin berdiri menyongsong tubuh sintal Okta. Okta memeluk Edwin dengan erat, sedangkan Edwin sibuk mengaduk-aduk vagina dan pantat mahasiswi tersebut. Sodokan-sodokan jari Edwin di kedua lubang kenikmatannya membuat Okta mendesah-desah.
“Ohh... ohhh... ohhh… terus, dekk... sodok teruss... ohhhh!!” desahnya sambil sesekali berjingkat-jingkat saat Edwin menyodok-nyodok memek dan anusnya.
“Tahan ya, mbaaak?” pinta Edwin. Dimasukkannya jari-jarinya ke memek dan anus Okta. Gadis itu mendesah dan menjerit sejadi-jadinya saat jari-jemari Edwin menembus kedua lubang pribadinya.
“Ohhh... aaakkhhhhhhh... kyaaaa!! Aaaahhhhh...” Okta terpejam, menikmati penetrasi jari-jemari Edwin di kedua lubang kenikmatannya tersebut.
“Okkkkhhh... aaaahhhh... aaahhhhhhhh!” kepalanya mendongak semakin tajam saat Edwin semakin dalam memasuki memek dan anusnya. Okta menahan perih bercampur nikmat dari penetrasi luar biasa yang dilakukan oleh Edwin.
“Tahan, mbak!!” PLOP! Dalam satu tarikan, Edwin melepas tangannya yang sedang berada di dalam memek dan anus Okta.
“Akkhh!” jerit Okta tertahan seolah lehernya sedang dicekik.
Kedua lubang pribadi cewek montok itu mengucurkan cairan yang sangat banyak. Edwin seolah baru saja memeras memek dan anus mahasiswi tersebut. Okta sendiri yang merasa lemas langsung jatuh terduduk di kaki Edwin, kepalanya menjadi tepat di depan penis Edwin yang masih mengacung tegak, menanti saat-saat menembus bakpao Okta dengan bebas.
Okta terengah-engah, ia merasa vaginanya tampak seperti orgasme, tapi ia sama sekali tidak merasa orgasme. Vagina dan anusnya menyemburkan begitu banyak cairan hingga membasahi lantai kamarnya. Dilihatnya penis Edwin yang tampak teracung tegak tepat di depan matanya. Edwin memegang kepala mahasiswi itu, diarahkannya ke penisnya yang besar. Sedikit demi sedikit, mulut Okta dimasuki batang kejantanan Edwin. Okta meringis karena besarnya penis Edwin.
Belum masuk semuanya, penis Edwin sudah mentok di tenggorokan Okta. “Gila, sama mulut gue aja ga muat, gimana caranya si Hani masukin semua no kontol ke mulutnya?” ujarnya dalam hati sambil pasrah saat kepalanya dimaju-mundurkan untuk mengocok penis Edwin.
“Ohhh... ahhhh... enak, mbakkk... ssshhhh...” Edwin mendesah nikmat saat penisnya kini tengah asik diservis mulut seksi Okta.
Okta yang tampak lemas pun terlihat menikmati penis Edwin di mulutnya. Ia menghisapnya seperti sedang menghisap permen kesukaannya. Sambil memegang pantat Edwin, Okta bermain-main dengan benda besar dan keras itu. Dihisap, dijilat, mencium-cium kantung pelir Edwin, Okta sangat menikmati mainan barunya itu.
Hampir 20 menit Okta menghisap penis Edwin, vaginanya basah karena terus dibanjiri cairan kewanitaannya yang terus keluar deras seiring nafsunya yang sudah memuncak. Sedang asik memasukkan batang besar itu ke dalam mulutnya, Okta mulai merasakan bahwa kontol Edwin akan segera meledak.
“Mbaakkk.. mbaakkk.. aahhhhh…” Edwin mendesah, pinggulnya bergetar seolah hendak mengeluarkan sesuatu dari kelaminnya.
Reflek, Edwin menekan kepala Okta sehingga penisnya semakin terbenam di mulut seksi gadis itu. “Hmmphhh… hmmpphhh… hmmppphhh!” Okta berusaha mengatakan sesuatu, tapi mulutnya tersumpal penis Edwin yang siap menyemburkan spermanya. Perlahan, penis Edwin masuk seluruhnya ke mulut Okta, dirasakannya kepala penis cowok itu mendesak tenggorokannya.
“Hmmpkkhhh... hmppkhhh…” Okta meronta-ronta, tapi apa daya pegangan tangan Edwin di kepalanya lebih kuat.
CROTTT... CROTTT... CROOOTTTTT...!!!
Edwin orgasme! Penisnya menyemburkan sperma dengan deras langsung ke mulut dan tenggorokan Okta. Gadis itu terbelalak saat merasakan tembakan putih kental di dalam mulutnya. Lelehan sperma Edwin mengalir dari sela-sela mulut mahasiswi tersebut. Okta meremas pantat Edwin dengan keras, berusaha menahan sesuatu yang terjadi di dalam mulutnya.
“Hmmpphhhh! Hmmphhh!” kepala Okta berontak segera ingin melepaskan mulutnya dari penis Edwin yang masih menyemburkan lahar kentalnya. Okta merasakan mulutnya sudah begitu penuh dengan sperma.
Alih-alih melepaskan, Edwin malah menekan kepala Okta sehingga penisnya semakin menempel di mulut seksi itu. Edwin malah menjepit hidung Okta dengan jarinya sehingga Okta jadi kesulitan bernafas. Sulit bernafas, Okta mau tidak mau menelan semua sperma yang memenuhi mulutnya tersebut.
Setelah 15 menit Edwin mengisi mulut Okta dengan pejunya, dibiarkannya tubuh sintal itu terjatuh lemas. Okta terbaring begitu saja di lantai, terbatuk-batuk. Dari mulutnya masih mengalir sperma Edwin yang begitu putih dan kental. Nafasnya terengah-engah, dada besarnya naik turun mengikuti irama nafasnya, kakinya mengangkang pasrah, menampakkan vagina tebal tanpa bulu yang begitu menggoda, sudah sangat basah.
Edwin sendiri hanya terduduk di tepi ranjang, rudal raksasanya tampak masih gagah, tidak menyurut sedikit pun meski sudah menembak sperma begitu banyak di mulut Okta. Matanya menatap penuh nafsu ke arah tubuh montok yang terbaring pasrah di lantai sambil mulut mengalirkan sperma.
“Hhh.. hhh.. hhh… gila kamu, Win. Enak banget sih penis kamu. Sampe mbak lemes kayak gini. Hhh… hhh… hhh...” kata Okta sambil masih terbaring lemas di lantai sambil memejamkan mata.
“Hehehe. Maaf ya, mbak. Mulut mbak enak banget sih. Anget. Jadi gak tahan aku, mbak.” jawab Edwin.
“Enak mana sama Hani dan Arina?” tanya Okta.
Sebuah pertanyaan yang sulit, pikir Edwin. “Hmm, gimana yaa? Kalo mbak Hani mulutnya kecil, jadi serasa ngentot, mbak. Mbak Arina nggak isep penisku, jadi aku nggak tau. Hehehe. Kalo mbak Okta tebel dan hangat mulutnya. Hehehe.”
Okta menoleh, “Hehe. Dasar. Baru aku isep penismu. Belom juga dimasukin ke sini.” ujarnya sambil menunjuk vaginanya yang terlihat mengkilap karena basah dan tak berbulu itu.
Edwin menarik tangan Okta. Dibawanya gadis itu ke pangkuannya. Okta memegang penis Edwin, diarahkannya batang kejantanan itu ke arah memek tebalnya.
BLESSSS!!! Semakin Okta duduk di pangkuan Edwin, semakin memeknya tertusuk batang pemuda itu.
“Ssshhhh… aaaahhhhh…” desah Okta perlahan, batang Edwin semakin dalam menembus vagina mahasiswi cantik itu. Okta menggoyangkan pinggulnya sehingga memeknya semakin ambles.
“Ughhhh…” desah Edwin menikmati jepitan memek Okta. Walau sering dipakai, Okta sangat merawat kelaminnya itu sehingga tetap terasa legit dan nikmat.
Tanpa diduga, memek Okta mampu menampung seluruh penis Edwin. Sebelumnya, kelamin Hani dan Arina tidak mampu menampung seluruh penis Edwin.
Mereka terdiam, menikmati momen bersatunya kelamin mereka. Edwin memeluk tubuh sintal Okta, dirasakannya dada Okta menempel di dadanya. Puting bulat itu menggesek-gesek dada bidangnya, membuat penisnya berkedut di dalam jepitan memek Okta.
“Ohhh... ohhh... aaahhhhh…” desah Okta saat Edwin mulai menggoyangkan pinggulnya, menusuk-nusuk vagina mahasiswi itu. Okta mendesah menikmati, payudara besarnya bergoyang mengikuti irama. Matanya terpejam menikmati setiap goyangan penis Edwin di vagina tebalnya.
“Ahhhhhh…” desahnya semakin kuat saat dirasakannya Edwin sesekali mencucuk pentil payudaranya yang tegang menantang.
“Terus, Wiin... ahhhh... enaakkkk... ohhhhh…” Okta semakin tidak terkendali saat Edwin semakin dalam mengeksplorasi bagian sensitifnya tersebut. Edwin menghisap, menggigit, dan menjilat-jilat pentil toketnya. Ditambah memek yang sedang terisi, birahi Okta tampak memuncak menikmati adegan syur mereka.
Okta merem-melek menikmati buaian Edwin di tubuhnya. Tubuh sintalnya mengkilat karena keringat yang sudah membanjir. Namun, hal itu tidak mengurungkan niat Edwin untuk menggarap tubuh Okta lebih lama. Edwin memeluk tubuh Okta semakin erat, memperdalam tusukan penisnya di kelamin Okta sekaligus membuat puting Okta terhimpit dada kenyal gadis itu dan dada bidangnya.
Keasyikan 20 menit digoyang di pangkuan Edwin, Okta mulai merasakan memeknya berkedut tanda ia akan segera orgasme. Edwin yang merasakan penisnya semakin terjepit memek Okta semakin bernafsu. Dipencet-pencetnya puting Okta hingga mahasiswi itu berdesah makin keras.
“Akkhh.. ahhh.. ahh.. aakkhhhh!”
“Winnnhhh.. akuuu.. keluaarrrhhhh… Aaaaaaaa !!!!” Okta orgasme. Kelamin indahnya menyemburnya banyak cairan cinta membasahi penis Edwin.
“Gilaaa Winn... kamu belommhhh.. aaaahhhhhh…” desahnya saat tubuhnya semakin erat dipeluk Edwin. Cowok itu seolah memeras tubuh Okta agar cairan cintanya keluar semua.
“Hehehe... Beluuum...”
SLEP! Tanpa babibu. Edwin mencopot penisnya dari kelamin Okta. Dengan sedikit gerakan, Edwin menelungkupkan badan Okta ke kasur dengan posisi pantat di atas.
“Baru keluar nih, mbaaak!”
SRETTT!
“Akkkkkhhhhhhhhhhh!” Okta menjerit saat penis besar Edwin menembus pantatnya dalam satu kali sodokan. Padahal, saat itu anus Okta sedang kering.
“Akkhh... akkkhhhh...” Edwin menggenjot tubuh bahenol Okta. Okta yang sudah lemas karena sudah orgasme pasrah ditunggangi cowok yang 3 tahun lebih muda darinya.
Edwin memaju-mundurkan pinggulnya, menggali lubang anus gadis montok yang menjadi hidangan utamanya hari ini. Anus Okta begitu hangat, nikmat, dan menjepit. Edwin mulai merasakan ada yang akan menyembur dari penisnya.
“Tahan ya, mbaak...”
Tiba-tiba, Edwin memegang pinggul Okta. Dipegangnya pinggul mahasiswi itu sehingga penisnya tertanam sempurna di lubang anus Okta. Lalu...
“Akkhhhh!!”
CROOT... CROOOT... CROOOOTTTT...!!!
Sperma Edwin menyembur keras di anus Okta. Okta hanya bisa mendongak menikmati saat-saat anusnya diserbu Edwin. Meski sudah tidak perawan, Edwin tampak menikmati anus Okta yang tampak begitu menggigit.
Lelehan sperma keluar dari sela-sela pantat Okta. Turun deras hingga mengalir ke paha.
Kedua insan telanjang itu pun akhirnya lemas. Penis Edwin pun menunjukkan tanda menyerah dengan mulai mengecil setelah menembakkan sperma di mulut dan anus Okta. Okta sendiri masing terengah-engah, dadanya naik turun seiring nafasnya.
Edwin melirik sebelah. Betapa beruntungnya bisa menikmati tubuh 3 cewek sekaligus, mana cakep cakep dan montok-montok. Tidak lupa, Edwin mengambil foto ia dan tubuh telanjang Okta sebagai kenang-kenangan.
“Wisshhh segaaarrrr….” kata seseorang di depan laptop. Di layar laptop itu, tampak dua insan telanjang sedang tertidur di ranjang. Seorang cowok kurus dan cewek semok berdada besar.
“Akhirnya bisa juga gue coblos memek lu. Hahahah...” ujar orang tersebut sambil menonton adegan Okta yang sedang dipenetrasi Edwin dari handphone-nya

0 comments :

Post a Comment